Jumat, 17 Agustus 2007

Bagaimana Seharusnya Jadi Seorang Pemimpin

Pertama, kita semua membutuhkan penyerahan diri kepada seseorang yang bisa memaksimalkan penggunaan potensi pribadi kita untuk pencapaian kualitas-kualitas hasil yang tidak mungkin dicapai tanpa tuntunan dari pribadi tersebut. Dan orang itu, siapa pun dia - ada atau tidak ada, kenal atau tidak, tua atau mudah, dekat atau jauh, se-keyakinan atau tidak - dia adalah pemimpin bagi kita.

Kedua, sang pemimpin tidak harus memiliki - apalagi menguasai dengan keahlian yang lebih tinggi daripada kita, untuk memberikan tuntunan - karena kompetensi untuk pencapaian hasil itu sudah ada pada diri kita. Bila dia yang melaksanakan tugas kita untuk menjadikan kita pribadi-pribadi super - maka dia bukan seorang pemimpin, tetapi seorang pembantu atau pendukung tenaga.

Ketiga, sang pemimpin harus memiliki kualitas pribadi yang pantas untuk menerima penyerahan diri kita itu; entah karena pendidikan, pengalaman, atau kualitas-kualitas lain, tetapi yang akan melontarkan kita ke tempat-tempat yang bahkan bisa saja lebih tinggi dari posisi yang pernah dicapai oleh sang pemimpin.

Keempat, sang pemimpin harus memiliki sudut pandang yang adil dan ikhlas mengenai hak Anda untuk mencapai keberhasilan, yang bahkan lebih tinggi dari yang pernah dicapainya.

Kelima, sang pemimpin tidak berupaya untuk menjadikan yang dipimpinnya merasa berhutang budi atas kepemimpinannya; karena keberhasilan yang dipimpinnya hanya dimungkinkan oleh kompetensi dari yang dipimpin; dan bahwa kontribusi kepemimpinannya adalah sebuah tugas yang sudah terbayarkan dengan kemuliaan menerima penugasan untuk menjadikan pribadi-pribadi lain sebagai pribadi-pribadi yang mencapai potensi terbaik mereka.

Apabila kita mengerti betul peran yang lima di atas, maka selebihnya diserahkan kepada keramahan kita kepada yang baik untuk diri kita.

Kepercayaan Dan Selembar Kaca

"Kepercayaan ibaratkan selembar kaca yang dititipan kepada kita untuk dijaga agar tidak tergores atau pecah. Satu goresan apalagi pecah akan merusak kepercayaan itu."

Seorang sahabat saya seminggu yang lalu, harus mendekam dalam penjara. Pasalnya dia melakukan satu kesalahan yang sangat fatal dalam hidupnya, yaitu mencuri.

Selama ini dia dikenal orang yang rajin, suka kerja keras, bahkan suka lembur, hanya untuk mendapatkan sesuap nasi bagi kehidupan keluarganya di kampung.

Dia yang dikenal sangat santun dan JUJUR, maka oleh perusahaan, dia diberikan kepercayaan yang hanya diberikan kepada beberapa orang saja. Dalam beberapa tahun kepercayaan diberikan kepadanya, maka selama itu dia dapat memperlihakan prestasinya sebagai orang yang sangat bisa dipercaya.

Beberapa hari yang lalu dia harus mendekam dalam penjara hanya karena melakukan satu kesalahan, yaitu melakukan satu tindakan yang selama ini tidak pernah disangkakan orang akan diperbuatnya, yaitu; mencuri.

Manusia dilahirkan dengan satu sifat kejujuran, dimana ini merupakan modal awal seorang untuk bisa hidup. Seorang yang mempunyai sifat yang jujur, akan memberikan kemudahan baginya untuk bisa hidup, bagaimana dia bisa dihargai oleh orang lain, bagaimana dia bisa dipercaya oleh orang lain.

Dengan kejujuran, kita bisa mencapai kehidupan yang sangat cemerlang dalam keseharian.

Kejujuran juga dapat membahagiakan orang-orang yang kita kasihi. Bagaimana seorang anak balita, dengan kejujuran dan kepolosannya telah memberikan rasa bahagia bagi orang-orang sekitarnya.

Kejujuran juga bisa memberikan ketenangan bagi orang disekitar kita, karena dengan kejujuran yang kita miliki, orang bisa memberikan kepercayaannya kepada kita, dia bisa memberikan sesuatu yang mungkin tidak kita duga, yang kesemua itu akan memberikan nilai lebih untuk kita.

Kujujuran bisa menjadikan kita sebagai orang terhormat, bisa juga menjadi orang pesakitan.

Kejujuran itu tidak bisa diraih haya dalam waktu yang singkat, tapi harus diperjuangkan dalam waktu yang lama, karena satu kesalahan yang kita perbuat akan menghancurkan kepercayaan yang telah kita terima selama ini. Sekali kepercayaan itu rusak maka bisa jadi kepercayaan itu akan hilang selamanya.

Kalau kita lihat quote di atas, maka kepercayaan ibaratkan selembar kaca yang dititipkan kepada kita. Bagaimana kita bisa merawat kaca yang telah dipercayakan kepada kita, kebersihannya harus kita jaga, jangan sampai kotor, tergores apalagi pecah. Karena satu goresan yang kita lakukan akan memberikan goresan yang tidak mungkin untuk dihapus dengan cara apapun.

Bagi orang yag telah memberikan kepercayaan itu, hanya dua pilihan baginya, tetap memberikan kepercayaan itu kepada kita dengan goresan yang kita perbuat atau menariknya kembali dari kita.

Lembaran kaca yang ditarik dikarenakan goresan yang kita perbuat, maka ada dua hal akan dilakukan oleh pemiliknya, disimpan atau dihancurkan.

Setelah dihancurkan, dikemanakan pecahan kaca tersebut?

Pecahan kaca yang telah hancur berkeping-keping, dengan butiran kaca yang halus, dan juga pecahan yang panjang dan tajam, akan dikumpulkan dan dimasukkan kedalam hati untuk disimpan selama hayat dikandung badan.

Maka selama kita hidup, maka selama itu kepercayaan yang telah kita perbuat akan ada dalam hati orang-orang yang telah memberikan kepercayaannya kepada kita. Selama itu kehormatan kita akan ditentukan oleh apa yang telah kita perbuat dengan kepercayaan yang telah kita terima selama ini.

Untuk menjadikan kita sebagai orang terhormat, adalah menjadikan kita sebagai Orang Yang Dipercaya, karena dengan demikian maka kehormatan kita akan diuji sampai kapan kehormatan yang diberikan kepada kita bisa kita pertahankan.

Sekarang apakah Anda merupakan orang yang dipercaya dan mendapatkan Kepercayaan dari orang-orang disektar Anda?

Jumat, 10 Agustus 2007

'You've No EXCUSE with Pray'






To Do, To Have, atau To Be?

"Kegembiraan terbesar dalam hidup adalah keyakinan bahwa kita dicintai. Oleh karenanya, kita membagikan cinta bagi orang lain." (Victor Hugo)

Tidak ada yang bisa menghentikan waktu. Ia terus maju. Umur terus bertambah. Manusia pun mengalami babak-babak dalam hidupnya. Saat masuk fase dewasa, orang memasuki tiga tahapan kehidupan.

Ada masa di mana orang terfokus untuk melakukan sesuatu (to do). Ada saat memfokuskan diri untuk mengumpulkan (to have). Ada yang giat mencari makna hidup (to be). Celakanya, tidak semua orang mampu melewati tiga tahapan proses itu.

Fase pertama, fase to do.
Pada fase ini, orang masih produktif. Orang bekerja giat dengan seribu satu alasan. Tapi, banyak orang kecanduan kerja, membanting tulang, sampai mengorbankan banyak hal, tetap tidak menghasilkan buah yang lebih baik. Ini sangat menyedihkan. Orang dibekap oleh kesibukan, tapi tidak ada kemajuan. Hal itu tergambar dalam cerita singkat ini. Ada orang melihat sebuah sampan di tepi danau. Segera ia meloncat dan mulailah mendayung. Ia terus mendayung dengan semangat. Sampan memang bergerak. Tapi, tidak juga menjauh dari bibir danau. Orang itu sadar, sampan itu masih terikat dengan tali di sebuah tiang.

Nah, ke banyakan dari kita, merasa sudah bekerja banyak. Tapi, ternyata tidak produktif. Seorang kolega memutuskan keluar dari perusahaan. Ia mau membangun bisnis sendiri. Dengan gembira, ia mempromosikan bisnisnya. Kartu nama dan brosur disebar. Ia bertingkah sebagai orang sibuk.

Tapi, dua tahun berlalu, tapi bisnisnya belum menghasilkan apa-apa. Tentu, kondisi ini sangat memprihatinkan. Jay Abraham, pakar motivasi bidang keuangan dan marketing pernah berujar, "Banyak orang mengatakan berbisnis. Tapi, tidak ada hasil apa pun. Itu bukanlah bisnis." Marilah kita menengok hidup kita sendiri. Apakah kita hanya sibuk dan bekerja giat, tapi tanpa sadar kita tidak menghasilkan apa-apa?
 
Fase kedua, fase to have.
Pada fase ini, orang mulai menghasilkan. Tapi, ada bahaya, orang akan terjebak dalam kesibukan mengumpulkan harta benda saja. Orang terobesesi mengumpulkan harta sebanyak- banyaknya. Meski hartanya segunung, tapi dia tidak mampu menikmati
kehidupan. Matanya telah tertutup materi dan lupa memandangi berbagai keindahan dan kejutan dalam hidup. Lebih-lebih, memberikan secuil arti bagi hidup yang sudah dijalani. Banyak orang masuk dalam fase ini.

Dunia senantiasa mengundang kita untuk memiliki banyak hal. Sentra-sentra perbelanjaan yang mengepung dari berbagai arah telah memaksa kita untuk mengkonsumsi banyak barang.

Bahkan, dunia menawarkan persepsi baru. Orang yang sukses adalah orang yang mempunyai banyak hal. Tapi, persepsi keliru ini sering membuat orang mengorbankan banyak hal. Entah itu perkawinan, keluarga, kesehatan, maupun spiritual.

Secara psikologis, fase itu tidaklah buruk. Harga diri dan rasa kepuasan diri bisa dibangun dengan prestasi-prestasi yang dimiliki. Namun, persoalan terletak pada kelekatannya. Orang tidak lagi menjadi pribadi yang merdeka.

Seorang sahabat yang menjadi direktur produksi membeberkan kejujuran di balik kesuksesannya. Ia meratapi relasi dengan kedua anaknya yang memburuk. "Andai saja meja kerja saya ini mampu bercerita tentang betapa banyak air mata yang menetes di sini, mungkin meja ini bisa bercerita tentang kesepian batin saya...," katanya.

Fase itu menjadi pembuktian jati diri kita. Kita perlu melewatinya. Tapi, ini seperti minum air laut. Semakin banyak minum, semakin kita haus. Akhirnya, kita terobsesi untuk minum lebih banyak lagi.

Fase ketiga, fase to be.
Pada fase ini, orang tidak hanya bekerja dan mengumpulkan, tapi juga memaknai. Orang terus mengasah kesadaran diri untuk menjadi pribadi yang semakin baik.
Seorang dokter berkisah. Ia terobesesi menjadi kaya karena masa kecilnya cukup miskin. Saat umur menyusuri senja, ia sudah memiliki semuanya. Ia ingin mesyukuri dan memaknai semua itu dengan membuka banyak klinik dan posyandu di desa-desa miskin.

Memaknai hidup
Ia memaknai hidupnya dengan menjadi makna bagi orang lain. Ada juga seorang pebisnis besar dengan latar belakang pertanian hijrah ke desa untuk memberdayakan para petani. Keduanya mengaku sangat menikmati pilihannya itu.

Fase ini merupakan fase kita menjadi pribadi yang lebih bermakna. Kita menjadi pribadi yang berharga bukan karena harta yang kita miliki, melainkan apa yang bisa kita berikan bagi orang lain.

Hidup kita seperti roti. Roti akan berharga jika bisa kita bagikan bagi banyak orang yang membutuhkan. John Maxwell dalam buku Success to Significant mengatakan "Pertanyaan terpenting yang harus diajukan bukanlah apa yang kuperoleh. Tapi, menjadi apakah aku ini?"

Nah, Mahatma Gandhi menjadi contoh konkret pribadi macam ini. Sebenarnya, ia menjadi seorang pengacara sukses. Tapi, ia memilih memperjuangkan seturut nuraninya. Ia menjadi pejuang kemanusiaan bagi kaum papa India .

Nah, di fase manakah hidup kita sekarang? Marilah kita terobsesi bukan dengan bekerja atau memiliki, tetapi menjadi pribadi yang lebih matang, lebih bermakna dan berkontribusi!

Senin, 30 Juli 2007

Hakekat Kekayaan Hidup Sejati

”Jika seorang manusia sudah memiliki dua lembah yang penuh berisi dengan harta, maka pasti ia akan mencari lembah yang ketiga. Dan tidak akan pernah manusia merasa kenyang hingga tanah sudah kena pada perutnya.”
- Al-Hadits –

Dalam kehidupan di era teknologi digital yang serba canggih dewasa ini, kecenderungan yang merasuki banyak manusia adalah hidup mengejar kesuksessan dalam karier, hidup dan bisnis setinggi-tingginya. Menjadi sukses dalam karier, hidup dan bisnis telah menjadi tujuan utama banyak manusia, apapun paradigma kesuksesan itu baginya. Kebanyakan manusia — apa pun suku bangsa, kedudukan, jabatan, maupun agamanya– menempatkan ukuran kesuksesan hidupnya melalui ukuran penguasaan materi atau harta benda.

Keinginan kuat setiap individu untuk menjadi sukses dan berhasil meraih kekayaan materi atau harta adalah sesuatu yang penting. Begitu pentingnya memiliki kekayaan harta atau materi ini, maka Imam Al-Ghazali mengibaratkan, “orang yang mencari kebaikan tanpa harta ibarat orang pergi ke hutan tanpa membawa senjata atau ibarat burung elang tak bersayap”. Karena materi merupakan sarana penting dalam mencapai berbagai tujuan kebaikan. Materi juga memiliki peranan penting pula dalam upaya manusia meningkatkan kualitas hidup maupun dalam upaya manusia meningkatkan amalan ibadahnya.

Yang menjadi masalah adalah, begitu sibuknya manusia mengejar kekekayaan materi duniawi ini, seringkali menjadikan mereka melupakan hakekat kehidupan dan hakekat kekayaan sejati yang abadi. Mereka menempatkan pusat orientasi hidupnya pada kesuksesan penguasaan materi, bahkan sampai mendewakan materi. Mereka mengejar keberhasilan materi dengan tidak memperdulikan aturan hukum alam dan cenderung memutarbalikan hukum alam. Kecenderungan seperti inilah yang salah dan harus diluruskan kembali.

Manusia yang hanya menempatkan orientasi hidup pada nilai-nilai duniawi semata, mereka akan menjadi manusia yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang dikuasainya. Mereka ingin menambah dan menambah terus. Ini sama halnya dengan jabatan atau kekuasaan yang telah mereka dapatkan. Ketika mereka memiliki kekuasaan atau jabatan maka cenderung selalu ingin dipertahankan, walaupun, misalnya, sudah tidak memiliki kemampuan melaksanakannya ataupun sudah terlalu banyak kesalahan yang pernah dilakukannya.

Lantas bagaimana agar kita tidak terjebak dalam jeratan orientasi salah dalam hidup yang hanya berpusat pada materi duniawi ? Bagaimana kita menyikapi kehidupan yang penuh persaingan tanpa terjebak dalam kesalahan paradigma tentang kekayaan materi ? Berikut ini beberapa tips yang dapat membantu kita agar tidak tergelincir dalam kesalahan melawan aturan hukum alam.

1. Hakekat Hidup Sejati
Begitu sibuknya manusia modern mengejar kekayaan materi duniawi seringkali salah dalam memahami hakekat hidup sejati. Ada aturan hukum alam yang mengatur mengenai hakekat “hidup sejati” dengan “konsekuensi logis” kehidupan. Apa itu hakekat hidup sejati dan konsekuensi logis kehidupan ? Hidup sejati adalah inti, hakekat, “come first.” Sedangkan konsekuensi logis adalah perifer, kulit, “come later.” Manusia seharusnya mengejar lebih dulu hidup sejati dan konsekuensi logis akan datang dengan sendirinya.

Ilustrasi sederhananya adalah, kalau Anda seorang karyawan maka berusahalah menjadi “karyawan sejati” yang menjunjung tinggi profesionalisme dan nilai-nilai spiritual kebenaran lebih dulu. Kekayaan uang atau materi adalah “konsekuensi logis” dari hasil menjadi karyawan sejati. Kalau anda menjalankan usaha, maka berusahalah menjadi pengusaha sejati yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran lebih dulu. Sedangkan profit atau keuntungan materi berlimpah adalah konsekuensi logis yang akan didapatkan dengan menjadi pengusaha sejati. Demikian juga dengan profesi lainnya. Dahulukan menjalani hakekat hidup sejati.

Janganlah lebih dulu mengejar profit, lebih dulu mengejar kekayaan uang, lebih dulu menginginkan gaji yang tinggi, tanpa berusaha menjalani hidup sejati. Ini namanya memutarbalikan aturan hukum alam yang berarti hukum Allah. Inilah yang menyebabkan banyak orang melakukan berbagai penyimpangan, penyelewengan, korupsi, penipuan demi mendapatkan tujuannya untuk keberhasilan materi dan kekayaan, yang harusnya adalah konsekuensli logis kehidupan. Akibatnya tatanan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa menjadi rusak dan dilanggar begitu saja, seperti apa yang kita rasakan sekarang ini.

2. Imbangi Dengan kekayaan Spiritual
Dalam mengejar kekayaan materi, keberhasilan duniawi sebaiknya selalu mengimbangi dengan kekayaan spiritual. Berusahalah terus meningkatkan diri dalam mengisi kekayaan spiritual diri kita. Karena kekayaan spiritual ini akan mampu mengendalikan dan mengisi setiap kehidupan manusia dengan sifat senantiasa bersyukur dan merasa puas. Dalam pengertian sederhana, bisa mensyukuri terhadap apa yang sudah diperolehnya. Sifat syukur ini merupakan manifestasi dari suara hati spiritual, sehingga dapat menjadikan terminimalisasinya sifat serakah, tamak, rakus dan merusakan tatatan hukum kehidupan.

Hakikat kekayaan itu bukanlah semata-mata banyak harta yang dikuasai, akan tetapi terletak pada kekayaan spiritual yang dimiliki. Orang yang memiliki kekayaan spiritual tidak akan pernah dikendalikan dan dikuasai oleh materi, jabatan, dan kedudukan, akan tetapi justru hal-hal tersebutlah yang dikendalikan dan dikuasainya. Semuanya itu hanyalah merupakan alat untuk mengaktualisasikan fungsi kekhalifahannya yang memberikan kebaikan dan kemanfaatan bagi masyarakat banyak.

3. Berdamai Dengan Ketentuan Allah
Berdamai dengan ketentuan Allah artinya, dalam mengejar keberhasilan hidup dunia dan kekayaan materi senantiasa mengikuti aturan hukum Allah. Tidak melanggar ketentuan-ketentuan Allah yang sudah dituangkan dalam kitab suci-NYA serta dapat berdamai menerima segala ketentuan-Nya. Kemampuan berdamai dengan ketentuan Allah dapat mengarahkan manusia untuk merasa puas atas rahmat Allah. Ini adalah sikap spiritual dan perilaku rohaniah yang menjadi kekayaan sejati yang tidak akan pernah habis. Manusia yang mampu memiliki sifat mampu menerima ketentuan Allah, dapat berpuas diri dengan hasil perjuangannya, dapat melahirkan pribadi yang tenang, memiliki sikap yang cerdas dan tentu saja pandai bersyukur terhadap segala nikmat Allah SWT yang diberikan kepadanya.

Alangkah indahnya kalau hidup dapat mengikuti aturan hukum alam, memiliki kekayaan materi yang disertai dengan kekayaan spiritual, serta dapat menerima ketentuan Allah yang menjadikannya memiliki kekayaan sejati yang abadi.

Meraih Sukses Besar Hari Ini ... :)


Manusia memiliki kebebasan hati untuk memilih kehidupannya. Inilah yang membedakan manusia dibandingkan makhluk Allah lainnya. Setiap keadaan yang datang dalam kehidupan kita adalah sebuah pilihan. Manusia memiliki kebebasan hati untuk menentukan pilihan dalam bereaksi terhadap keadaan yang datang. Apakah kita akan mengarahkan hati untuk memilih menuju sikap positif atau menuju sikap negatif. Ingin mengarahkan menjadi sukses atau gagal. Semuanya ditentukan dari hati kita sendiri.

Ketika anda bangun di pagi hari, maka jangan berharap sore hari segera datang. Karena hari inilah kesempatan besar yang Anda miliki. Kalau Anda ingin meraih sukses hari ini, mulailah menyambut hari ini dengan positif dan cerah. Memulai hari positif dan cerah bukan sekedar ditandai dengan matahari bersinar atau udara yang sejuk, melainkan ditandai dari hati dan pikiran kita yang positif dan segar. Memulai hari dengan cerah dan positif merupakan setengah dari kesuksesan hari ini sudah Anda peroleh. Inilah modal besar untuk menyelesaikan SUKSES besar Anda hari ini.

Bagaimana Memulai Hari Untuk Meraih Sukses Besar ?

1–Persiapkan Dari Malam Hari.
Memulai hari esok yang cerah dan positif dapat dipersiapkan dari malam hari. Berusahalah untuk dapat beristirahat dengan cukup di malam hari. Kita tak bisa berharap bangun dengan segar dan pikiran positif kalau malam harinya tak cukup tidur nyenyak. Bila anda masih mempunyai masalah, yakinlah masih ada waktu esok untuk menyelesaikannya lebih baik lagi. Malam ini, beristirahatlah sebaik-baiknya.

2–Damaikan Pikiran Dan Jiwa
Berusahalah bangun lebih pagi daripada terbitnya matahari. Jumpai keheningan dan kesunyian udara segar pagi hari. Pagi yang tenang adalah saat yang tepat untuk menemukan sisi damai dalam diri anda. Resapi saja suasana pagi yang damai ini dan arahkan pikiran ke sisi positif memandang hari ini. Berdoalah kepada Allah Tuhan Yang Memberikan kehidupan. Jangan lupa ucapkan kalimat syukur kepada Allah Yang Maha Esa berikut ini, “Segala Puji Dan Syukur Hanya Kepada Allah Atas Segala Karunia Dan Nikmatnya Sampai Hari Ini.”

3–Tetapkan Janji Sukses Hari ini.
Jangan terburu melakukan aktivitas. Kendalikan suasana hati dan pikiran dalam damai dan suasana positif. Kemudian tetapkan janji sukses Anda hari ini. Buatlah rencana sukses dengan mengerjakan sesuatu yang berguna bagi kehidupan dan alam semesta di hari ini. Tanamkan janji sukses Anda ke dalam hati dan pikiran dan jadikan hal ini prioritas penting yang harus diselesaikan hari ini. Yakinlah Anda dapat menyelesaikan hari ini dengan sukses.

4–Siapkan Tubuh Anda.
Menyelesaikan janji sukses Anda memerlukan kekuatan tubuh yang prima. Segarkan tubuh dengan menghirup aroma tea atau kopi hangat yang menyegarkan. Sedikit berjalan-jalanlah keluar sambil memompa udara segar banyak-banyak ke dalam paru-paru. Segarkan tubuh baik-baik dengan mandi air segar. Jangan lupa isi perut Anda secukupnya, sebagai modal kebugaran tubuh Anda sepanjang hari. Anda sudah siap hati, pikiran dan tubuh untuk mengenggam hari ini. Tetaplah mengingat janji anda tadi pagi untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi kehidupan dan alam semesta hari ini.

5–Sapalah orang-orang dengan senyum.
Terbarkan semangat dan keceriaan pagi hari dengan senyum. Tak peduli apakah matahari bersinar cerah atau mendung menggayut, sapalah orang-orang yang anda jumpai dengan semangat pagi yang cerah. Tanyakan kabar mereka, maka jangan terkejut jika mereka pun akan membalas senyum anda. Inilah awal yang baik untuk memulai hari dengan mendapatkan banyak dukungan dari orang-orang disekitar Anda.

6–Semangat Dan Jangan Mengeluh.
Mulailah tugas-tugaS Anda hari ini dengan semangat tinggi. Jangan pernah mengeluh dengan keadaan yang dataNg di hari ini. Apa pun yang terjadi, entah itu hari hujan, jalanan macet, lalu lintas semrawut, kereta datang terlambat, kendaraan mogok, atau apa pun yang terjadi, terimalah dengan lapang hati. Ingatlah segala sesuatu yang terjadi sudah diatur oleh Allah. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama kita hari ini. Landasi setiap langkah gerak Anda dengan nilai-nilai dasar spiritual dalam hati, yakni semangat, kasih sayang, kebersamaan, keadilan, kejujuran, dll. Jangan biarkan keadaan di sekitar Anda menyurutkan langkah Anda meraih sukses besar hari ini.


Selamat Meraih Sukses Besar Hari ini.

Jumat, 27 Juli 2007

It’s Time To Change... !!!

(disadur oleh ervan effendi, sumber : ekojalusantoso.com)

Seorang member milis Motivasi Nurani Indonesia mengirimkan email ke saya. Sebut saja namanya Fulan, karena dia tidak ingin disebutkan namanya di milis. Berikut ini emailnya :

” Selamat pagi Pak Eko Jalu, saya anggota milis MotivasiIndonesia, sejak ada artikel mengenai Menjadi Orang Paling Baik, sampai sekarang saya selalu menyimpan dan membaca artikel-artikel Pak Eko Jalu. Saya senang sekali dengan artikel-artikel tsb, saya juga sedang menunggu bukunya Pak Eko Jalu diterbitkan. Saya sangat terinspirasi dari artikel-artikel bapak dan saya juga senang memikirkan orang lain, bersama-sama teman-teman di lingkungan perumahan saya. Saya juga selalu berusaha bersyukur bahwa saya sudah punya rumah sendiri, punya istri dan anak yang lucu sekali, punya lingkungan kerja dan dan lingkungan rumah yang bisa menerima saya dan keluarga saya.

Namun ada hal yang sangat mengganjal, saya merasa tidak ‘sukses’ dan telah ‘gagal’ selama ini. Pekerjaan saya statis selama 10 tahun, tidak ada perkembangan yang berarti dan masih berada di posisi yang sama. Saya lulusan D3 Akuntansi, namun saya bekerja sebagai administrasi di suatu department engineering. Saya sudah berusaha optimal membantu dan berkarya di tempat kerja saya. Saya bekerja keras, meluangkan banyak waktu, bahkan kadang mengorbankan waktu keluarga dengan harapan dapat meningkatkan kehidupan saya, tetapi kenyataannya tidak ada perubahan yang berarti. Nampaknya system karir & system kompensasi di perusahaan saya tidak mendukung. Sehingga kondisi ekonomi saya selalu ‘pas-pasan’ dan cenderung kurang. Hingga kini saya belum bisa membantu orang tua, selain hanya menghubungi lewat telpon.

Saya benar-benar ingin sekali mengubah keadaan saya, tapi saya tidak tahu harus mulai dari mana dan melakukan apa. Saya tidak mempunyai keahlian khusus, pengendalian emosi saya kurang baik, umur saya sudah 31 tahun, bilamana mencari pekerjaan baru harus bersaing dengan anak-anak muda yang lebih creative & productive. Saya mohon bantuan di sela kesibukan Pak Eko Jalu untuk sekiranya dapat memberikan pencerahan. ”

Mungkin masalah di atas tidak asing dan mudah ditemukan di lingkungan sekitar kita. Mungkin ada diantara kita bahkan yang terjebak dalam situasi kehidupan yang sama seperti diatas. Kita seolah-olah sudah berusaha bekerja keras dengan harapan akan mampu mengangkat kehidupan kita ke taraf yang lebih baik, tetapi nampaknya tidak ada perubahan berarti. Semakin kita bekerja keras, semakin kita tidak mempunyai waktu, untuk diri kita sendiri maupun keluarga. Dan pada satu titik tertentu, mungkin kita akan merasa frustasi, karena semua kerja keras yang kita lakukan tidak bisa memberikan harapan seperti yang kita inginkan.

Sedangkan ketika kita menengok kehidupan orang lain, si Hendra teman kuliah dulu yang nggak pintar-pintar amat, kini sudah menduduki posisi Asisten Marketing Direktur, si Yanti yang dulunya lugu, kini sudah punya usaha boutik yang berkembang pesat, dll. Bahkan terkadang anak buah kita dulu, kini sudah melampaui posisi kita saat ini, entah dalam kehidupan karier maupun dalam kehidupan ekonomi. Kalau sudah demikian, kemudian kita menjadi frustasi dan merasa menjadi orang yang tidak sukses atau gagal. Kalau kita berada dalam situasi yang demikian, maka ini adalah waktunya untuk melakukan perubahan atau “It’s Time To Change”. Pertanyaannya apanya yang harus diubah ?


Banyak orang berpendapat, bahwa berubah itu berarti harus berganti pekerjaan atau harus berpindah perusahaan. It’s ok. Mungkin bagi beberapa orang hal ini bisa memberikan harapan lebih baik. Tapi mungkin bagi sebagian orang yang lain, ternyata hanya memberikan harapan semu sementara saja. Karena ternyata di perusahaan yang baru tersebut, setelah beberapa saat mereka menemukan hal-hal baru yang `menjebak’ mereka seperti kisah teman di atas. Lalu mereka mulai stress, dan kembali terjebak dalam kehidupan yang semula.

Kalau demikian apanya yang harus diubah ?. Yang harus diubah adalah mulai dari ‘diri kita sendiri’. Perubahan itu harus dimulai dari dalam diri kita, bukan dari luar, yakni sikap kita dulu yang harus diubah.

Cobalah renungkan beberapa pertanyaan di bawah ini, mungkin Anda akan menemukan sesuatu yang harus diubah dari dalam diri Anda :
• Bagaimana dengan cara kerja anda, sudahkah anda bekerja secara kreatif, efektif dan efisien ?
• Bagaimana dengan cara pandang anda terhadap pekerjaan ? Apakah anda berpikir bahwa pekerjaan yang anda lakukan adalah beban, ataukah sebuah kesenangan, atau sebagai ibadah ?
• Apakah anda merasa sudah mentok dan tidak ada kesempatan untuk meningkatkan karier, Ataukah anda berusaha menciptakan kesempatan itu, dengan prestasi kerja tertentu, misalnya ?
• Apakah anda lebih suka menggosipkan bagaimana `pelit’nya perusahaan terhadap anda ataukah anda lebih suka memikirkan, bagaimana perusahaan anda bisa tumbuh dan berkembang seperti sekarang ?
• Apakah anda lebih suka menggosipkan bagaimana rekan anda yang `pandai menjilat’ sehingga prestasinya melesat, Ataukah anda belajar, prestasi apakah yang telah dia ciptakan sehingga cepat maju ?
• Apakah Anda sudah berusaha meningkatkan diri, melalui berbagai kesempatan belajar dan training, misalnya ?
• Dll.

Hanya diri kita masing-masing yang bisa menjawab hal ini dengan jujur. Kalau kemudian Anda sudah menemukan berbagai jawaban itu dengan jujur, mulailah melakukan perubahan dari dalam diri Anda, sebelum mengharapkan adanya perubahan dari luar.

Bagaimana Melakukan Perubahan menuju keberhasilan ?. Berikut ini beberapa tips yang perlu diperhatikan :
1. Tanamkan keyakinan bahwa sukses itu dimulai dari dalam hati dan pikiran kita sendiri.
2. Bayangkan atau imajinasikan dengan gambar yang jelas, sejernih kristal keinginan yang ingin Anda raih dalam waktu 2-5 tahun yang akan datang. Jadikanlah impian ini menjadi sebuah tujuan kesuksesan Anda.
3. Tetapkan alasan yang kuat, mengapa anda menginginkan tujuan kesuksesan itu. Mengapa impian itu sangat penting bagi Anda. Memiliki alasan yang kuat, dapat menciptakan “Strong Desire”, motivasi yang tinggi untuk mencapainya.
4. Sincere Belief. Meyakini bahwa Anda pasti bisa mencapai tujuan impian kesuksesan Anda dalam 2-5 tahun mendatang.
5. Enthusiastic Action. Lakukanlah kegiatan dengan bersemangat dan kerja keras.


SELAMAT MENCOBA – SEMOGA SUKSES

Minggu, 22 Juli 2007

Sebuah Komitmen ... !!

(disadur oleh ervan effendi, sumber : ekojalusantoso.com)

Berikut artikel yang bagus banget untuk jadi bahan renungan buat setiap orang .... Apa pun status Anda saat ini.... menikah, cerai, belum menikah, ingin menikah, pacaran menuju pernikahan, dalam perselingkuhan, dan apa pun itu deh....

Segitiga Cinta

Ada banyak alasan orang untuk menikah. Ada yang bilang bahwa pasangannya enak diajak bicara. Ada yang bilang pasangannya sangat perhatian. Ada yang bilang merasa aman dekat dengan pasangannya. Ada yang bilang pasangannya macho atau sexy. Ada yang bilang pasangannya pandai melucu. Ada yang bilang pasangannya pandai memasak. Ada yang bilang pasangannya pandai menyenangkan orang tua. Pendek kata kebanyakan orang bilang dia COCOK dengan pasangannya.

Ada banyak alasan pula untuk bercerai. Ada yang bilang pasangannya judes. Bila diajak bicara cenderung emosional. Ada yang bilang pasangannya sangat memperhatikan pekerjaannya saja, lupa kepada orang-orang di rumah yang setia menunggu.  Ada yang bilang pasangannya sangat pendiam, tidak dapat bertindak cepat dalam situasi darurat, sehingga merasa kurang terlindungi. Ada yang bilang pasangannya kurang menggairahkan. Ada yang bilang pasangannya gak nyambung kalau bicara. Ada yang bilang masakan pasangannya terlalu asin atau terlalu manis. Ada yang bilang pasangannya tidak dapat mengambil hati mertuanya. Pendek kata kebanyakan orang bilang bahwa dia TIDAK COCOK LAGI dengan pasangannya.

Kebanyakan orang sebetulnya menikah dalam ketidakcocokan. Bukan dalam kecocokan. Dr. Paul Gunadi menyebut kecocokan-kecocokan di atas sebagai sebuah ilusi pernikahan. Dua orang yang pada waktu pacaran merasa cocok tidak akan serta merta berubah menjadi tidak cocok setelah mereka menikah.

Ada hal-hal yang hilang setelah mereka menikah, yang sebelumnya mereka pertahankan benar-benar selama pacaran. Sebagai contoh, pada waktu pacaran, dua sejoli akan saling memperhatikan, saling mendahulukan satu dengan yang lain, saling menghargai, saling mencintai. Lalu apa yang dapat menjadi pengikat yang mampu terus mempertahankan sebuah pernikahan, bila kecocokan-kecocokan itu tidak ada lagi?  Jawabannya adalah KOMITMEN.

Seorang kawan saya di Surabaya membuat sebuah penelitian, perilaku selingkuh kaum adam pada waktu mereka dinas luar kota dan jauh dari anak/isterinya. Apa yang membuat pria-pria tersebut selingkuh tidak perlu dijabarkan lagi. Tetapi apa yang membuat pria-pria tersebut bertahan untuk tidak selingkuh? Jawaban dari penelitian tersebut sama dengan di atas, komitmen. Hanya komitmen yang kuat mampu menahan gelombang godaan dunia modern pada waktu seorang pria berada jauh dari keluarganya. Begitu pula sebaliknya, pada kasus wanita yang berselingkuh.

Komitmen adalah sebagian dari cinta dalam definisi seorang psikolog kenamaan bernama Sternberg. Dia menyebutnya sebagai "triangular love" segitiga cinta dimana ketiga sudutnya berisi : Intimacy (keintiman), Passion (gairah), dan Commitment (komitmen). Sebuah cinta yang lengkap dalam sebuah rumah tangga selayaknya memiliki ketiga hal di atas.

Intimacy atau keintiman adalah perasaan dekat, enak, nyaman, ada ikatan satu dengan yang lainnya.

Passion atau gairah adalah perasaan romantis, ketertarikan secara fisik dan seksual dan berbagai macam perasaan hangat antar pasangan.

Dan Commitment atau komitmen adalah sebuah keputusan final bahwa seseorang akan mencintai pasangannya dan akan terus memelihara cinta tersebut "until death do us apart".

Itulah segitiga cinta karya Sternberg yang cukup masuk akal untuk dipelihara dalam kehidupan rumah tangga. Bila sebuat relasi kehilangan salah satu atau lebih dari 3 unsur di atas, maka relasi itu tidak dapat dikatakan sebagai cinta yang lengkap dalam konteks hubungan suami dan isteri, melainkan akan menjadi bentuk-bentuk cinta yang berbeda.

Sebagai contoh, sebuah relasi hanya berisi intimacy dan commitment saja, relasi seperti ini biasa disebut sebagai persahabatan. Bila sebuah relasi hanya bersisi passion dan intimacy saja tanpa commitment, maka ia biasa disebut sebagai kumpul kebo. Bila sebuah relasi hanya mengandung passion saja tanpa intimacy dan commitment, ia biasa disebut sebagai infatuation (tergila-gila) . Nah, bagaimana bentuk cinta anda?

Dari ilustrasi di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa yang namanya :

Cinta itu membutuhkan KOMITMEN
Bekerja itu membutuhkan KOMITMEN
Hidup itu membutuhkan KOMITMEN


Tanpa KOMITMEN maka Cinta, Pekerjaan ataupun Hidup sia-sia untuk diperjuangkan.

Sabtu, 21 Juli 2007

Etos Kerja dalam Sepincuk Nasi Pecel

Tanyakanlah ini kepada Mak Paenah yang tiap hari berjualan pecel di depan Gedung DPRD Sumatera Utara (Sumut) di Medan. Dalam usianya yang menurut pengakuannya-86 tahun, Mak Paenah masih setia mendorong-dorong kereta pecelnya demi mengumpulkan rupiah selembar demi selembar dari Rp 1.500 per pincuk (piring dari daun pisang) pecel jualannya itu. Gerobaknya cukup berat dengan dua roda becak yang sering kempis anginnya. Sebuah topi bambu lebar menemani tubuh ringkihnya menempuh jarak sekitar lima kilometer dari rumah cucunya di kawasan Glugur ke Gedung DPRD Sumut di Jalan Imam Bonjol melewati jalanan aspal yang terik dan ramai. Pernah suatu hari Mak Paenah tidak kunjung muncul pada jam makan siang, dan baru dating berjualan saat matahari sudah sangat condong ke barat. "Aku diserempet mobil. Iki lho awakku babak bundas (lihat tubuhku babak belur)," katanya dalam ujaran yang selalu tercampur dengan bahasa Jawa kasar. Setiap hari, biasanya sekitar pukul 11.00, ia sudah tiba menggelar dagangannya. Dan, beberapa jam kemudian, ia pulang lagi dengan kereta dorongnya yang sudah kosong dan segepok uang di dalam tas pinggang yang terbuat dari kain batik lusuh.

Soal berapa banyak uang dalam tas pinggangnya itu, Mak Paenah sering tidak tahu. Ia memang tidak peduli dapat uang berapa hari itu. Bahkan, sering ada beberapa lembar ribuan tercecer di bawah kakinya, yang lalu diambilkan rang lain. Yang ia tahu pasti, ia tidaklah pernah rugi. "Bathi kuwi ora usah okeh-okeh. Serakah jenenge... (kalau untung itu jangan besar-besar. Serakah namanya...)," katanya pelan. Tidak serakah ini pula yang membuat Mak Paenah cenderung royal dalam memberi nasi pecel saat dagangannya hampir habis. Kata orang, kalau beli di Mak Paenah, sebaiknya menjelang ia mau pulang. Pasti dapat pecel lebih banyak. Dengan keyakinan pasti tidak rugi itu pula, sering Mak Paenah membelikan rokok untuk orang lain yang tampak memerlukannya. Andi Lubis, fotografer harian Analisa, Medan, yang perokok berat, beberapa kali diberi rokok oleh Mak Paenah kalau tampak sedang bengong dan tidak merokok. "Nyoh rokok. Kowe lagi ra duwe duwit tho? (Ini rokok. Kamu sedang tidak punya uang kan ?)" kata Mak Paenah tanpa basa-basi.

Bagi Mak Paenah, apa salahnya menyisihkan uang untuk menyenangkan orang lain. Tidak jarang ia memberikan pecelnya secara gratis kalau ada yang lapar, tapi tak punya uang. JADI, untuk apa Mak Paenah berjualan pecel dalam usianya yang sudah sangat senja itu? Di kota-kota besar, orang-orang yang jauh lebih muda darinya sudah santai-santai di rumah menikmati uang pensiun bersama cucu-cucu. "Aku bekerja karena memang manusia itu harus bekerja. Aku sakit kalau nganggur. Menganggur adalah bersahabat dengan setan. Kerja selalu ada kalau kita Mau mencarinya. Jangan mau menganggur, sampai kita mati," katanya seakan ahli filsafat. Banyak yang meragukan apakah benar Mak Paenah benar telah berusia 86 tahun. Tapi, mendengar beberapa cerita yang sering diungkapkannya sambil meracik pecel, apalagi mengamati wajahnya yang selalu teduh itu, kita yakin bahwa setidaknya ia sudah berusia di atas 80 tahun. Ia pernah bercerita bagaimana suaminya yang tentara terbunuh dalam perang kemerdekaan, sementara saat itu anak sulungnya kira-kira berusia belasan tahun. Begitu suaminya meninggal, rasa tanggung jawab untuk menghidupi ketiga anaknya memaksa Mak Paenah yang lahir dan besar di Blitar, Jawa Timur, ini berjualan pecel. Baginya, tidak ada cerita untuk meminta belas kasihan dari orang lain. "Aku hanya bisa bikin pecel. Jadi, aku mencari makan dengan pecel ini. Sudah puluhan tahun tanganku bikin sambel pecel. Sampai kapalan mengulek... he-he-he...," kata Mak Paenah sambil memamerkan mulutnya yang sudah ompong. Mengapa tidak menikah lagi setelah menjanda waktu itu ? "Sopo sing gelem karo rondo bakul pecel...lethek...he-he-he... (siapa yang mau dengan janda penjual pecel yang lusuh dan bau)," katanya terkekeh. Tapi, setelah anak-anaknya bisa mandiri, untuk apa uangnya ? "Keuntungan penjualan, tiap hari saya simpan di bawah bantal. Uang itu saya pakai untuk menolong orang kalau ada yang membutuhkannya. Siapa tahu, kan ?" katanya dengan arif.

Mak Paenah menceritakan, ia pernah menolong tetangganya yang mendadak membutuhkan uang. Tetangganya itu tidak menyangka ketika tiba-tiba Mak Paenah yang hanya berjualan pecel itu mampu meminjaminya uang dalam jumlah cukup besar, tanpa bunga pula. Setiap pagi, Mak Paenah mengambil Rp 150.000 dari simpanannya untuk berbelanja di Pasar Glugur. Pukul 04.00, ia sudah bangun dan pada pukul 06.00 ia sudah mulai memasak bumbu-bumbu pecel dan juga sayurannya. "Bangun pagi membuat saya sehat. Tiap hari berbelanja dan menawar juga membuat saya tidak pikun," paparnya. Dalam usianya itu, Mak Paenah sering membuat kagum orang dengan kemampuannya menghitung dengan cepat. "Meja ini habis sembilan pincuk. Jadi, tiga belas ribu lima ratus," katanya suatu kali saat menagih kepada para wartawan yang makan.

PADA bulan Juni dan Juli 2002 , para wartawan Medan yang biasa mangkal di depan Gedung DPRD kehilangan Mak Paenah. Dua bulan lebih wanita tua itu menghilang. Banyak yang kuatir kalau-kalau Mak Paenah sakit, atau bahkan sudah meninggal dunia. Dan, Mak Paenah baru muncul lagi pada akhir Juli. Ternyata, Mak Paenah pulang ke Blitar menengok sanak saudaranya. Menurut dia, semua yang dikenalnya sudah meninggal. "Uangku habis Rp 3,5 juta untuk beli oleh-oleh. Tapi, aku senang bisa melihat Blitar lagi. Sudah sangat berubah. Aku sama sekali tidak bisa mengenali tempat mana pun di sana ," katanya dengan mata berbinar-binar saat membicarakan kota yang ditinggalkannya pada awal tahun 1940-an ini.

Ketika diingatkan bahwa para wartawan kuatir dengan kepergiannya selama dua bulan itu, Mak Paenah justru marah. "Kamu yang muda-muda kok tidak punya perasaan. Kan, semua tahu di mana rumahku. Kalau kuatir, ya mbok menengok ke rumah. Coba, bagaimana kalau saya sakit betulan? Ya, kan ? " kata Mak Paenah. Namun, sejak awal Agustus ini, Mak Paenah menghilang kembali. Setelah ditengok ke rumahnya, ternyata ia tidak kurang suatu apa. "Aku pindah tempat jualan. Aku ngalah pada yang muda yang lebih perlu uang," katanya yang kemudian menimbulkan tanda tanya. Ternyata, Mak Paenah kini memilih berjualan di Lapangan Merdeka. Menurut dia, di depan Gedung DPRD itu sudah muncul seorang saingan. Seorang penjual pecel yang masih muda dilihatnya selalu berusaha menyainginya dalam merebut hati pembeli. "Aku tidak ingin bersaing. Rezeki sudah ada yang mengatur. Biarlah aku yang sudah tua ini pindah," katanya tanpa emosi.


Jikalah Akhirnya



Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa,
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti.

Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa tidak dinikmati saja,
Sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.

Jikalah luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa,
Sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.

Jikalah kebencian dan kemarahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diumbar sepuas jiwa,
Sedang menahan diri adalah lebih berpahala.

Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya,
Sedang taubat itu lebih utama.

Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri,
Sedang kedermawanan justru akan melipat gandakannya.

Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti membusung dada dan membuat kerusakan di dunia,
Sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia agar sejahtera.

Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama,
Sedang memberi akan lebih banyak menuai arti.

Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dirasakan sendiri,
Sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna

Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka,
Sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta.

Suatu hari nanti,
Saat semua telah menjadi masa lalu
Aku ingin ada di antara mereka
Yang bertelekan di atas permadani
Sambil bercengkerama dengan tetangganya
Saling bercerita tentang apa yang telah dilakukannya di masa lalu
Hingga mereka mendapat anugerah itu.

[(Duhai kawan, dulu aku miskin dan menderita,
Namun aku tetap berusaha senantiasa bersyukur dan bersabar.
Dan ternyata, derita itu hanya sekejap saja dan cuma
seujung kuku, di banding segala nikmat yang kuterima di sini)--
(Wahai kawan, dulu aku membuat dosa sepenuh bumi,
namun aku bertobat dan tak mengulang lagi hingga maut
menghampiri. Dan ternyata, ampunan-Nya seluas alam
raya, hingga sekarang aku berbahagia)]

Suatu hari nanti
Ketika semua telah menjadi masa lalu
Aku tak ingin ada di antara mereka
Yang berpeluh darah dan berkeluh kesah:
Andai di masa lalu mereka adalah tanah saja.

[(Duhai! harta yang dahulu kukumpulkan sepenuh raga,
ilmu yang kukejar setinggi langit, kini hanyalah masa
lalu yang tak berarti. Mengapa dulu tak kubuat menjadi
amal jariah yang dapat menyelamatkanku kini?)—

(Duhai! nestapa, kecewa, dan luka yang dulu kujalani,
ternyata hanya sekejap saja dibanding sengsara yang
harus kuarungi kini. Mengapa aku dulu tak sanggup
bersabar meski hanya sedikit jua?)]